Bertolak
dari kenyataan ekonomi yang buruk, maka prioritas pertama yang dilakukan
pemerintah untuk merehabilitasi ekonomi adalah memerangi dan mengendalikan hiperinflasi
dengan menyusun APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara). Sejalan dengan
kebijakan itu, pemerintah orde baru juga berupaya menyelesaikan hutang luar
negeri sekaligus mencari hutang baru yang diperlukan bagi rehabilitasi maupun
pembangunan ekonomi berikutnya.
Upaya untuk menanggulangi masalah
hutang-piutang luar negeri, antara lain
:
1) Diplomasi
Pemerintah
orde baru berupaya melakukan diplomasi yang intensif dengan cara mengirimkan
tim negosiasinya ke Paris, Perancis (Paris
Club), untuk merundingkan hutang-piutang Negara, dan ke London, Inggris (London Club) untuk merundingkan
hutang-piutang swasta. Upaya diplomasi ekonomi ke negara-negara Barat dan
Jepang jugaberhasil membuat negara-negara tersebut tergugah untuk membantu
Indonesia. Hal ini terbukti dengan dibentuknya lembaga konsorsium yang bernama Inter-Governmental Group on Indonesia (IGGI). Pembentukan IGGI diawali oleh suatu
pertemuan antara para negara yang memiliki
komitmen untuk membantu Indonesia pada bulan Februari 1967, di Amsterdam.
Inisiatif itu datang dari pemerintah Belanda. Pertemuan ini juga dihadiri oleh
delegasi Indonesia dan lembaga-lembaga bantuan internasional. Dalam pertemuan
itu disepakati untuk membentuk (IGGI)
dan Belanda ditunjuk sebagai ketua.
2) Pemberlakuan
Undang-undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA)
Dengan
UU PMA, pemerintah ingin menunjukkan ke dunia internasional bahwa arah
kebijakan yang akan ditempuh oleh pemerintah
Orde Baru , berbeda dengan Orde Lama. Orde Baru tidak memusuhi investor asing
dengan menuduh sebagai kaki tangan imperealisme. Sebaliknya, aktivitas mereka
dipandang sebagai prasyarat yang dibutuhkan oleh sebuah Negara yang ingin
membangun perekonomiannya. Dengan bantuan modal mereka, selayaknya mereka
didorong dan dikembangkan untuk memperbanyak
investasi dalam bidang ekonomi. Sebab dengan investasi mereka, lapangan
kerja akan segera tercipta dengan cepat tanpa menunggu pemerintah memiliki uang
terlebih dahulu untuk menggerakkan roda pembangunan nasional.
3) Dana
dari Dalam Negeri
Pemerintah
Orde Baru berupaya menggalang dana dari dalam negeri dengan dana masyarakat.
Salah satu strategi yang dilakukan oleh pemerintah bersama-sama Bank Indonesia
dan bank-bank milik negara lainnya adalah berupaya agar masyarakat mau
menabung.
4) Penerbitan
UU Penanaman Modal Dalam Negeri (UUPMDN) No. 6/1968
Satu
hal dari UUPMDN adalah adanya klausal yang menarik yang menyebutkan bahwa dalam
penanaman modal dalam negeri, perusahaan-perusahaan Indonesia harus menguasai
51% sahamnya. Untuk menindaklanjuti dan mengefektifkan UUPMA dan UUPMDN pada
tatanan pelaksanaannya, pemerintah membentuk lembaga-lembaga yang bertugas
menanganinya. Pada 19 Januari 1967, pemerintah membentuk Badan Pertimbangan Penanaman Modal (BPPM).
Berdasarkan Keppres No. 286/1968 badan itu berubah menjadi Tim Teknis Penanaman
Modal (TTPM). Pada Tahun 1973, TTPM digantikan oleh Badan Kordinasi Penanaman
Modal (BKPM) hingga saat ini.
Sumber :
sicantikunyuunyu.blogspot.com
Pradono, Arif.2018. Sejarah Indonesia. Jawa Barat: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.