LATAR BELAKANG REHABILITASI EKONOMI ORDE BARU


Orde baru merupakan istilah yang digunakan untuk membatasi masa pemerintahan Soekarno (orde lama) dengan masa pemerintahan Soeharto. Lahirnya orde baru ditujukan untuk memperbaiki semua penyimpangan dan permasalahan yang terjadi di orde lama terutama di bidang ekonomi yang sangat perlu rehabilitasi dan stabilisasi. Kondisi ekonomi yang diwarisi orde lama sangatlah buruk. Waktu itu, sektor produksi barang-barang konsumsi yang hanya berjalan 20% dari kapasitasnya. Sektor pertanian dan perkebunan yang menjadi salah satu tumpuan ekspor pun tidak mengalami perkembangan yang berarti serta hutang sebesar 2.358 juta dollar AS yang jatuh tempo pada akhir Desember 1965.
Masa kepemimpinan Soekarno yang anti terhadap bantuan asing pada orde lama juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan kondisi ekonomi Indonesia memburuk. Soekarno juga cenderung mengabaikan permasalahan ekonomi yang terjadi melainkan lebih fokus menangani masalah militer dan politik.


     Sumber :
     sicantikunyuunyu.blogspot.com

REHABILITASI


Program rehabilitasi ekonomi orde baru dilaksanakan berlandaskan pada Tap MPRS No.XXIII/1966 yang isinya antara lain mengharuskan diutamakannya masalah perbaikan ekonomi rakyat di atas segala persoalan nasional yang lain termasuk peraoalan politik. Konsekuensinya kebijakan politik dalam dan luar negeri pemerintah harus sedemikian rupa hingga benar-benar membantu terbaik perbaikan ekonomi rakyat

     Daftar pustaka :
     Pradono, Arif.2018. Sejarah Indonesia. Jawa Barat: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.

UPAYA REHABILITASI


Bertolak dari kenyataan ekonomi yang buruk, maka prioritas pertama yang dilakukan pemerintah untuk merehabilitasi ekonomi adalah memerangi dan mengendalikan hiperinflasi dengan menyusun APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara). Sejalan dengan kebijakan itu, pemerintah orde baru juga berupaya menyelesaikan hutang luar negeri sekaligus mencari hutang baru yang diperlukan bagi rehabilitasi maupun pembangunan ekonomi berikutnya.

Upaya untuk menanggulangi masalah hutang-piutang luar negeri, antara lain :
1)      Diplomasi
      Pemerintah orde baru berupaya melakukan diplomasi yang intensif dengan cara mengirimkan tim negosiasinya ke Paris, Perancis (Paris Club), untuk merundingkan hutang-piutang Negara, dan ke London, Inggris (London Club) untuk merundingkan hutang-piutang swasta. Upaya diplomasi ekonomi ke negara-negara Barat dan Jepang jugaberhasil membuat negara-negara tersebut tergugah untuk membantu Indonesia. Hal ini terbukti dengan dibentuknya lembaga konsorsium yang bernama Inter-Governmental Group on Indonesia (IGGI). Pembentukan IGGI diawali oleh suatu pertemuan antara para negara yang  memiliki komitmen untuk membantu Indonesia pada bulan Februari 1967, di Amsterdam. Inisiatif itu datang dari pemerintah Belanda. Pertemuan ini juga dihadiri oleh delegasi Indonesia dan lembaga-lembaga bantuan internasional. Dalam pertemuan itu disepakati untuk membentuk  (IGGI) dan Belanda ditunjuk sebagai ketua.

2)      Pemberlakuan Undang-undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA)
      Dengan UU PMA, pemerintah ingin menunjukkan ke dunia internasional bahwa arah kebijakan yang akan ditempuh  oleh pemerintah Orde Baru , berbeda dengan Orde Lama. Orde Baru tidak memusuhi investor asing dengan menuduh sebagai kaki tangan imperealisme. Sebaliknya, aktivitas mereka dipandang sebagai prasyarat yang dibutuhkan oleh sebuah Negara yang ingin membangun perekonomiannya. Dengan bantuan modal mereka, selayaknya mereka didorong dan dikembangkan untuk memperbanyak  investasi dalam bidang ekonomi. Sebab dengan investasi mereka, lapangan kerja akan segera tercipta dengan cepat tanpa menunggu pemerintah memiliki uang terlebih dahulu untuk menggerakkan roda pembangunan nasional.

3)      Dana dari Dalam Negeri
      Pemerintah Orde Baru berupaya menggalang dana dari dalam negeri dengan dana masyarakat. Salah satu strategi yang dilakukan oleh pemerintah bersama-sama Bank Indonesia dan bank-bank milik negara lainnya adalah berupaya agar masyarakat mau menabung.

4)      Penerbitan UU Penanaman Modal Dalam Negeri (UUPMDN) No. 6/1968
      Satu hal dari UUPMDN adalah adanya klausal yang menarik yang menyebutkan bahwa dalam penanaman modal dalam negeri, perusahaan-perusahaan Indonesia harus menguasai 51% sahamnya. Untuk menindaklanjuti dan mengefektifkan UUPMA dan UUPMDN pada tatanan pelaksanaannya, pemerintah membentuk lembaga-lembaga yang bertugas menanganinya. Pada 19 Januari 1967, pemerintah membentuk  Badan Pertimbangan Penanaman Modal (BPPM). Berdasarkan Keppres No. 286/1968 badan itu berubah menjadi Tim Teknis Penanaman Modal (TTPM). Pada Tahun 1973, TTPM digantikan oleh Badan Kordinasi Penanaman Modal (BKPM) hingga saat ini.   



Sumber :
sicantikunyuunyu.blogspot.com
Pradono, Arif.2018. Sejarah Indonesia. Jawa Barat: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.

      

HASIL KEBIJAKAN


Kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah pada awal orde baru mulai membuahkan hasil yang positif hiperinflasi mulai dapat dikendalikan misalnya saja dari 650% menjadi 120% (1967), dan 80% (1968),7 sehingga pada tahun itu diputuskan bahwa rencana pembangunan 5 tahun (Repelita) pertama akan dimulai pada tahun berikutnya (1969). Setelah itu pada tahun-tahun berikutnya inflasi terus menurun menjadi 25%(1969), 12%(1970), dan 10% (bahkan sampai 8,8 8%) pada tahun 1971.


Daftar pustaka :
Pradono, Arif.2018. Sejarah Indonesia. Jawa Barat: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.